Oleh: Hanif Bachtiar Yusuf/Mahasiswa T.I Politeknik Harapan Bersama Tegal
Transformasi digital telah membawa kemudahan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk komunikasi dan pengelolaan data pribadi. Namun, kemajuan ini juga diikuti oleh meningkatnya risiko keamanan, khususnya dalam melindungi privasi data. Salah satu kasus yang mencuri perhatian di Indonesia adalah kebocoran data oleh peretas anonim bernama Bjorka. Bjorka mengklaim telah membocorkan data pribadi jutaan warga Indonesia, termasuk informasi sensitif seperti nomor KTP, nomor telepon, dan dokumen rahasia negara. Insiden ini menyoroti kelemahan sistem keamanan data nasional dan memicu kekhawatiran publik. Dalam Islam, privasi merupakan hak asasi yang harus dihormati. Pelanggaran terhadap privasi dipandang sebagai bentuk pengkhianatan terhadap amanah. Al-Qur’an dan hadis memberikan pedoman etis yang relevan dalam menjaga keamanan data. Esai ini bertujuan untuk menganalisis prinsip-prinsip Islam dalam menjaga privasi, mengaitkannya dengan kasus Bjorka, dan menawarkan rekomendasi berbasis nilai Islami untuk memperkuat keamanan data di Indonesia.
Islam sangat menekankan pentingnya menjaga privasi individu. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari kesalahan orang lain” (QS. Al-Hujurat: 12). Ayat ini mengingatkan agar tidak mengungkap atau mencari informasi pribadi tanpa izin. Selain itu, hadis riwayat Ahmad menegaskan, “Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki sifat amanah, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janji.” Amanah mencakup tanggung jawab menjaga informasi yang dipercayakan kepada seseorang. Dalam era teknologi informasi, prinsip amanah ini menjadi sangat relevan untuk melindungi data pengguna. Penyalahgunaan data pribadi tidak hanya merugikan individu tetapi juga melanggar prinsip keadilan yang diajarkan Islam. Privasi bukan sekadar hak individual, tetapi juga tanggung jawab kolektif yang harus dihormati oleh semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan data. Selain itu, Islam juga mengajarkan tentang konsep hisbah, yaitu kewajiban saling mengingatkan untuk mencegah kemungkaran. Dalam konteks keamanan data, hisbah dapat diartikan sebagai pengawasan kolektif untuk memastikan sistem teknologi yang digunakan tidak melanggar prinsip-prinsip etis dan moral.
Kasus Bjorka menjadi perhatian nasional setelah peretas ini mengklaim memiliki akses ke berbagai data sensitif milik warga dan pemerintah Indonesia. Salah satu kebocoran terbesar yang diklaim adalah data 6 juta wajib pajak, termasuk informasi milik Presiden Jokowi. Data ini kemudian dijual atau dipublikasikan di forum daring, menimbulkan kekhawatiran akan potensi penyalahgunaan. Dampak kasus ini mencakup hilangnya kepercayaan publik, ancaman terhadap stabilitas nasional, dan pelanggaran hak privasi. Masyarakat mulai meragukan kemampuan pemerintah dan perusahaan teknologi dalam menjaga keamanan data mereka. Kebocoran data rahasia negara juga berpotensi dimanfaatkan untuk aktivitas kriminal atau politik yang merugikan negara. Penyebaran data tanpa izin jelas melanggar hak dasar individu. Menteri yang menjabat saat itu mendapat kritik tajam karena dinilai tidak kompeten dalam mengelola isu keamanan data.
Banyak pihak berpendapat bahwa insiden ini, yang terus berulang, menunjukkan kurangnya kemampuan strategis dan preventif yang diperlukan. Dalam Islam, pentingnya menempatkan orang yang kompeten pada posisi yang sesuai dijelaskan dalam hadis Nabi Muhammad SAW: “Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya” (HR. Bukhari). Prinsip ini menegaskan perlunya memastikan bahwa posisi strategis diisi oleh individu yang memiliki kapasitas dan keahlian yang memadai untuk mencegah kerusakan atau kekacauan.
Islam menyediakan pedoman untuk menjaga keamanan data melalui beberapa prinsip utama. Amanah adalah landasan utama, di mana setiap pihak yang diberi tanggung jawab atas data harus menjaga amanah tersebut dengan sebaik-baiknya. Pemerintah dan perusahaan teknologi harus menerapkan sistem keamanan tinggi untuk melindungi data pengguna. Sistem pengelolaan data juga harus transparan dan adil, menghormati hak-hak pengguna untuk mengetahui bagaimana data mereka dikelola dan dilindungi. Penggunaan data pribadi tanpa izin adalah bentuk kezaliman yang dilarang dalam Islam, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya” (QS. An-Nisa: 58). Islam juga menekankan pentingnya kompetensi dan pengetahuan dalam menempatkan individu pada posisi strategis untuk memastikan bahwa tugas yang diberikan dijalankan dengan baik. Selain itu, prinsip maslahat dan mafsadah mengajarkan bahwa segala tindakan harus dipertimbangkan dampaknya, baik manfaat maupun kerugian yang ditimbulkan.
Untuk mengatasi tantangan keamanan data di Indonesia, beberapa langkah berbasis nilai Islam dapat diterapkan. Edukasi etika digital penting diberikan kepada pengembang teknologi agar memahami pentingnya menjaga amanah dan privasi data. Pemerintah juga harus memperkuat regulasi terkait perlindungan data pribadi, memastikan hak-hak pengguna dihormati sesuai prinsip syariah. Inovasi teknologi yang mematuhi prinsip-prinsip Islam, seperti penggunaan enkripsi yang menghormati privasi dan keadilan, juga perlu didorong. Kerja sama antara pemerintah, perusahaan teknologi, dan komunitas Islam diperlukan untuk menciptakan ekosistem digital yang aman dan etis. Pemerintah harus memastikan bahwa posisi strategis, khususnya yang berkaitan dengan keamanan data, diisi oleh individu yang memiliki kompetensi memadai. Transparansi dalam pelaporan insiden keamanan dan langkah-langkah perbaikan juga menjadi hal penting untuk meningkatkan kepercayaan publik.
Kasus Bjorka telah mengungkap kelemahan mendasar dalam pengelolaan data di Indonesia. Sebagai agama yang menjunjung tinggi nilai amanah dan keadilan, Islam menawarkan solusi relevan untuk menghadapi tantangan ini. Prinsip Islam tentang menjaga privasi dan amanah dapat diimplementasikan dalam kebijakan dan teknologi modern guna membangun sistem pengelolaan data yang lebih baik. Dengan menerapkan nilai-nilai Islami, termasuk memastikan kompetensi dalam kepemimpinan, Indonesia dapat membangun ekosistem digital yang lebih aman, adil, dan sesuai dengan etika universal. Reformasi sistemik yang mengacu pada prinsip-prinsip Islam dapat menjadi langkah strategis dalam mewujudkan tata kelola data yang berkeadilan, aman, dan berkelanjutan.
Sumber:
Komaruddin, K., Utama, A. S., Sudarmanto, E., & Sugiono, S. (2023). Islamic perspectives on cybersecurity and data privacy: Legal and ethical implications. West Science Law and Human Rights, 1(04), 166-172.
Alwin, G. (2024). Balancing cryptography, privacy, and individual freedom: A comparative study of OECD guidelines and Islamic legal principles.
Khan, W. N., & Khurshid, H. (2024). Cybersecurity and Islamic law: Navigating the challenges of the digital age. International Journal for Conventional and Non-Conventional Warfare, 1(2), 22-32.
Alkhouri, K. I. (2024). Exploring the interplay of cybersecurity practices and religious psychological beliefs in the digital age. THEOPHANY, 6.