Alvin Qodri Lazuardy, M.Pd/ Pemerhati Pendidikan Lingkungan Hidup
Pembangunan berkelanjutan telah menjadi agenda global sejak akhir abad ke-20, menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara kebutuhan ekonomi, sosial, dan lingkungan untuk memastikan kesejahteraan jangka panjang umat manusia. Namun, meski konsep ini tampak ideal dan menjanjikan, realisasinya kerap menghadapi kendala dan bahkan menimbulkan paradoks. Seperti yang disoroti oleh Prof. Oekan Abdoellah, Ph.D, dalam bukunya “Dari Ekologi Manusia ke Ekologi Politik”, pembangunan berkelanjutan seringkali terbentur oleh sistem ekonomi yang dominan, yaitu kapitalisme.
Paradoks Ekonomi dan Pembangunan Berkelanjutan
Inti dari paradoks pembangunan berkelanjutan terletak pada hubungan yang kompleks antara tujuan meningkatkan kualitas hidup manusia dan praktik ekonomi kapitalis. Kapitalisme, dengan fokus utamanya pada akumulasi modal dan peningkatan profit, sering kali mengabaikan dampak lingkungan dan sosial dari aktivitas ekonomi. Hal ini menciptakan ketegangan antara pertumbuhan ekonomi yang diinginkan dan konservasi lingkungan yang dibutuhkan.
Kapitalisme mendorong ekspansi industri dan konsumsi yang besar, yang di satu sisi dapat meningkatkan pendapatan dan standar hidup masyarakat. Namun, di sisi lain, ekspansi ini sering mengorbankan kesehatan lingkungan. Penebangan hutan, polusi udara dan air, serta eksploitasi sumber daya alam adalah beberapa contoh bagaimana aktivitas ekonomi kapitalis dapat merusak lingkungan. Dalam jangka panjang, degradasi lingkungan ini akan berdampak negatif pada kualitas hidup manusia, terutama bagi generasi mendatang yang akan mewarisi bumi yang lebih rusak.
Timpang Sosial dan Ekonomi
Paradoks lainnya muncul dalam bentuk ketimpangan sosial dan ekonomi. Pembangunan berkelanjutan idealnya bertujuan untuk mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial. Namun, kapitalisme sering kali memperkuat ketimpangan ini. Akumulasi modal cenderung terkonsentrasi di tangan segelintir orang atau perusahaan, sementara sebagian besar populasi tetap berada dalam kondisi ekonomi yang rentan.
Ketimpangan ini juga berpengaruh pada kemampuan berbagai kelompok masyarakat untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Mereka yang memiliki sumber daya lebih banyak dapat mengakses teknologi hijau dan solusi mitigasi, sementara kelompok yang kurang mampu akan semakin terdampak oleh perubahan iklim dan degradasi lingkungan. Akibatnya, tujuan keadilan sosial dalam pembangunan berkelanjutan menjadi sulit tercapai.
Secercah Arah Perbaikan
Untuk mengatasi paradoks ini, diperlukan pendekatan yang lebih holistik dan inklusif dalam pembangunan berkelanjutan. Berikut beberapa langkah yang dapat diambil seperti:
Mengintegrasikan Prinsip-Prinsip Lingkungan dalam Ekonomi. Pemerintah dan sektor swasta perlu bekerja sama untuk mengembangkan kebijakan dan praktik bisnis yang memprioritaskan keberlanjutan lingkungan. Ini termasuk insentif untuk penggunaan energi terbarukan, pengelolaan limbah yang lebih baik, dan perlindungan keanekaragaman hayati.
Mendorong Ekonomi Sirkular. Beralih dari model ekonomi linier (produksi, konsumsi, pembuangan) ke ekonomi sirkular (reduksi, penggunaan kembali, daur ulang) dapat membantu mengurangi tekanan pada sumber daya alam dan mengurangi limbah.
Meningkatkan Kesadaran dan Pendidikan. Pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pembangunan berkelanjutan perlu ditingkatkan. Masyarakat yang sadar akan dampak lingkungan dari aktivitas mereka cenderung lebih mendukung kebijakan hijau dan menerapkan praktik hidup berkelanjutan.
Menegakkan Kebijakan Keadilan Sosial. Kebijakan yang memastikan distribusi manfaat ekonomi yang adil dan peningkatan kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat adalah kunci untuk mengurangi ketimpangan. Ini termasuk akses yang adil ke pendidikan, kesehatan, dan kesempatan kerja.
Kolaborasi Global. Isu-isu lingkungan dan pembangunan berkelanjutan bersifat global dan memerlukan kerjasama internasional. Negara-negara harus bekerja sama untuk menetapkan dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, serta berbagi teknologi dan pengetahuan.
Pembangunan berkelanjutan memang mengandung paradoks yang kompleks, terutama ketika dihadapkan pada dinamika kapitalisme global. Namun, dengan komitmen yang kuat dan pendekatan yang tepat, tantangan ini dapat diatasi. Penting untuk mengingat bahwa tujuan akhir dari pembangunan berkelanjutan adalah untuk memastikan kesejahteraan dan kelangsungan hidup umat manusia serta planet kita. Mewujudkan visi ini memerlukan perubahan mendasar dalam cara kita berpikir tentang ekonomi, lingkungan, dan keadilan sosial.