Oleh: Alvin Qodri Lazuardy, M.Pd/ Penulis Buku dan Praktisi Literasi Lingkungan Hidup
Mukadimah
Manusia diciptakan dengan tujuan yang agung, yakni untuk menyembah Allah Swt. Dalam Al-Qur’an, tujuan ini sering dikaitkan dengan tugas besar lainnya: menjadi khalifah di muka bumi atau khalifatu fil ardh. Sebagai khalifah, manusia memikul tanggung jawab yang tak hanya terbatas pada dirinya sendiri dan hubungannya dengan Sang Pencipta, tetapi juga mencakup tanggung jawab sosial dan lingkungan. Sebagai pengemban amanah dari Allah, manusia wajib memelihara bumi dan semua yang ada di dalamnya agar tetap terjaga kemaslahatannya. Dalam konteks ini, konsep ihsan—berbuat kebaikan dengan kesempurnaan—bisa menjadi landasan kuat bagi kita dalam menjaga dan merawat lingkungan hidup.
Tanggung jawab manusia ini hadir dalam dua hubungan yang saling berkaitan: hablum minallah (hubungan manusia dengan Allah) dan hablum minannas (hubungan manusia dengan sesamanya). Kedua relasi ini membentuk keseimbangan kehidupan seorang Muslim, di mana kesalehan spiritual harus berdampingan dengan kebaikan sosial. Tak ada jalan tengah: takwa kepada Allah harus sejalan dengan muamalah yang baik terhadap sesama manusia dan seluruh alam.
Hubungan Manusia dengan Allah: Manifestasi Takwa
Dalam dimensi hablum minallah, manusia bertanggung jawab untuk melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Inilah inti dari konsep takwa yang menjadi landasan kehidupan seorang Muslim. Takwa tidak hanya berarti takut akan azab Allah, tetapi juga mencakup rasa cinta dan penghambaan total kepada-Nya. Takwa memandu manusia dalam menjalani hidup sesuai dengan kehendak Ilahi. Ini bukan hanya soal ibadah ritual seperti salat, puasa, dan zakat, tetapi juga menyangkut tanggung jawab moral yang lebih luas, termasuk bagaimana kita memperlakukan dunia yang telah Allah titipkan.
Allah Swt telah menundukkan alam semesta ini untuk manusia, sebagaimana termaktub dalam berbagai ayat Al-Qur’an, termasuk Surat Al-Jatsiyah ayat 13:
“Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, sebagai rahmat daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS. Al-Jatsiyah: 13)
Di balik ayat ini, tersembunyi peringatan agar manusia tidak serakah atau eksploitatif terhadap alam. Tuhan memberikan hak untuk memanfaatkan, tetapi dengan kewajiban untuk menjaga dan melestarikan. Dalam konteks ini, takwa tidak hanya diwujudkan dalam ritual ibadah, melainkan juga dalam perlakuan manusia terhadap alam. Allah menginginkan bumi ini dijaga dan dipelihara, bukan dirusak.
Hubungan Manusia dengan Sesama: Menjaga Kemashlahatan dalam Muamalah
Selain kewajiban kepada Allah, manusia juga memiliki tanggung jawab untuk berbuat baik kepada sesamanya. Dalam dimensi hablum minannas, manusia diamanahkan untuk menjaga relasi harmonis dalam masyarakat. Islam menekankan konsep muamalah basanah, yakni interaksi sosial yang baik, adil, dan penuh kasih. Manusia tidak boleh hidup sendiri tanpa peduli kepada orang lain. Kewajiban manusia sebagai khalifah di bumi tidak hanya sebatas menjaga diri sendiri, tetapi juga menjaga hubungan dengan orang lain agar selalu terjalin dalam harmoni dan maslahat bersama.
Terkait tanggung jawab ini, Rasulullah saw pernah bersabda, “Tidak beriman seseorang dari kamu hingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini menegaskan betapa pentingnya menjaga hubungan baik dengan sesama manusia, dan ini merupakan cerminan dari keberagaman sosial yang harus dipelihara dengan baik. Dalam masyarakat modern yang semakin kompleks, tantangan dalam menjaga hubungan baik dengan sesama semakin besar. Egoisme, materialisme, dan individualisme sering kali mengikis semangat muamalah yang baik. Namun, Islam mengajarkan bahwa manusia harus senantiasa menjunjung tinggi prinsip keadilan, kesetaraan, dan kebaikan.
Manusia sebagai Khalifah: Tanggung Jawab Terhadap Lingkungan
Manusia adalah khalifah di bumi, dan tanggung jawab ini mencakup pemeliharaan alam. Ketika Allah menundukkan alam untuk manusia, Dia memberi kita amanah besar untuk mengelolanya dengan baik. Alam bukanlah milik manusia yang dapat dieksploitasi seenaknya, melainkan titipan yang harus dijaga agar tetap memberikan manfaat bagi seluruh makhluk hidup.
Krisis lingkungan yang saat ini melanda dunia menjadi cermin kegagalan manusia dalam menjalankan peran sebagai khalifah. Perubahan iklim, deforestasi, polusi udara dan laut, serta kepunahan spesies menjadi bukti nyata bahwa banyak dari kita telah melupakan tugas menjaga bumi. Dalam banyak kasus, kerakusan manusia untuk mengejar keuntungan jangka pendek mengorbankan keberlanjutan jangka panjang. Eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjangnya telah menyebabkan kerusakan yang sulit diperbaiki. Semua ini terjadi karena manusia lupa pada tanggung jawabnya sebagai penjaga bumi.
Dalam konteks ini, konsep ihsan bisa menjadi solusi untuk merespons krisis lingkungan. Ihsan, yang berarti berbuat baik dengan kesempurnaan, bisa menjadi prinsip dasar dalam menjaga alam. Jika manusia menerapkan ihsan dalam setiap tindakan, termasuk dalam berinteraksi dengan alam, maka eksploitasi akan berkurang, dan perawatan lingkungan akan menjadi prioritas. Ihsan menuntut kita untuk tidak hanya peduli pada hasil yang diperoleh, tetapi juga pada proses dan dampak dari setiap tindakan.
Menuju Green Environment Berbasis Ihsan
Konsep green environment—lingkungan hijau yang lestari—merupakan tujuan mulia yang sejalan dengan prinsip ihsan dalam Islam. Menjaga alam bukan sekadar kewajiban ekologi, tetapi juga kewajiban spiritual. Alam adalah cerminan dari ciptaan Allah yang harus kita perlakukan dengan penuh rasa hormat. Dalam Surat Al-A’raf ayat 56, Allah Swt mengingatkan kita untuk tidak berlebihan dan merusak bumi:
“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya, dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Al-A’raf: 56)
Ayat ini menyiratkan perintah yang jelas agar manusia tidak merusak lingkungan, tetapi sebaliknya, menjaga keseimbangan yang telah Allah ciptakan.
Di sinilah pentingnya penerapan konsep ihsan dalam menjaga lingkungan. Ihsan menuntut kita untuk melakukan yang terbaik dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam hal menjaga alam. Ketika kita melakukan ihsan, kita tidak hanya memenuhi kewajiban, tetapi juga melampaui ekspektasi dengan memberikan yang terbaik dari diri kita. Misalnya, dalam praktik sehari-hari, kita bisa mulai dengan hal-hal kecil seperti mengurangi penggunaan plastik, menghemat energi, atau menanam pohon. Semua tindakan ini, meskipun terlihat sederhana, memiliki dampak besar jika dilakukan secara kolektif.
Selain itu, institusi pendidikan seperti pesantren dan sekolah juga bisa menjadi agen perubahan dalam menerapkan konsep green environment berbasis ihsan. Pesantren, sebagai lembaga pendidikan yang mengajarkan nilai-nilai agama dan moral, memiliki peran penting dalam menanamkan kesadaran lingkungan kepada para santri. Pembelajaran tentang ihsan dalam konteks lingkungan dapat dimasukkan dalam kurikulum, sehingga para santri tidak hanya paham tentang tanggung jawab mereka kepada Allah dan sesama manusia, tetapi juga kepada alam.
Penutup: Merawat Amanah, Menjaga Kehidupan
Sebagai manusia yang diberi amanah sebagai khalifah di bumi, kita harus sadar bahwa tanggung jawab kita tidak terbatas pada hubungan vertikal dengan Allah, tetapi juga mencakup hubungan horizontal dengan sesama manusia dan lingkungan. Takwa kepada Allah harus diwujudkan dalam tindakan nyata, termasuk dalam menjaga kelestarian alam. Dalam dunia yang semakin rapuh akibat ulah manusia, kita harus kembali kepada prinsip-prinsip ihsan untuk menjaga keseimbangan ekosistem yang telah Allah ciptakan. Dengan berbuat baik kepada alam, kita tidak hanya menjaga lingkungan hidup untuk diri kita sendiri, tetapi juga untuk generasi mendatang.
Manusia, dengan segala kelebihan dan tanggung jawabnya, harus selalu ingat bahwa bumi ini adalah amanah dari Allah. Kita diberi kekuasaan untuk mengelolanya, tetapi dengan kewajiban untuk merawatnya. Jangan sampai kita menjadi perusak bumi yang nantinya akan membawa kerugian bagi diri kita sendiri dan seluruh makhluk hidup di dalamnya. Amanah besar ini harus dijalankan dengan penuh kesadaran, keikhlasan, dan ihsan agar kehidupan yang maslahat bisa dinikmati oleh semua makhluk Allah di bumi.
Edisi Tulisan “Khotbah Ekologis”.